Giant Sea Wall Alami Melalui Reforestasi Hutan Mangrove Sebagai Solusi Banjir Rob di Jakarta

Giant Sea Wall Alami Melalui Reforestasi Hutan Mangrove Sebagai Solusi Banjir Rob di Jakarta

14 Feb 2024

Giant Sea Wall Alami Melalui Reforestasi Hutan Mangrove Sebagai Solusi Banjir Rob di Jakarta

Banjir kian hari semakin menjadi permasalahan yang lumrah di DKI Jakarta. Telah banyak strategi dan program yang dijalankan guna menangani banjir rob di wilayah Jakarta, mulai dari pembuatan tanggul permanen, pengembangan kawasan tampungan air sementara, pengerukan selokan dan perbaikan saluran air, menambah pompa stasioner, hingga menciptakan sumur resapan.

Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta meski berhasil mengendalikan intensitas banjir di banyak titik, tetapi tetap tidak berdaya menyelesaikan permasalaahan utamanya. Permasalahan banjir di DKI Jakarta pun menuju babak baru, Ibukota Indonesia ini disinyalir akan tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut.

Giant Sea Wall adalah solusi yang akhir-akhir ini digaungkan untuk mengatasi ancaman banjir dan isu tenggelamnya DKI Jakarta. Jakarta yang semakin tunduk terendam oleh kekuatan laut memang benar adanya.

Mengutip tulisan dari Emma Colven (2020), Jakarta adalah salah satu kota yang mengalami penurunan permukaan tanah tercepat di dunia yang disebabkan oleh pengambilan air tanah secara berlebihan, infrastruktur dan bangunan yang rusak, dan kontribusi utama dari memburuknya peristiwa banjir dan genangan air pasang.

Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan Giant Sea Wall? Mengapa Giant Sea Wall bisa menopang Jakarta? Dan benarkah Giant Sea Wall efektif sebagai solusi ancaman tenggelamnya kawasan Jakarta? Simak penjelasannya di bawah ini.

Baca juga: 5 Rekomendasi Ekowisata Mangrove, Menggali Potensi dan Keberlanjutan

Apa itu Giant Sea Wall?

Tanggul Laut Raksasa, atau yang lebih dikenal dengan istilah Giant Sea Wall adalah mega proyek pembangunan tanggul pantai dan tanggul laut di kawasan pesisir Pantai Utara (Pantura) pulau Jawa, termasuk DKI Jakarta dalam rangka mengatasi ancaman kenaikan air laut dan hilangnya tanah.

Konsep Giant Sea Wall ini sebenarnya adalah lanjutan dari program pemerintah di tahun 2014 yang bernama resmi National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) untuk menyelesaikan permasalahan di Jakarta.

Proyek ini dijalani melalui tiga tahapan. Tahap A adalah pembentukan tanggul pantai di pesisir, dengan tujuan melindungi pemukiman dari banjir rob karena letaknya yang berhadapan langsung dengan pantai atau pemukiman.

Tahap ini merupakan prioritas dari Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dan telah dimulai dari Oktober 2014 dengan peletakkan batu pertama oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam perkembangannya, di tahun 2022 progres pengerjaan tanggul pantai hanya selesai sekitar 13 kilometer, kendati target pembangunan di Pantura mencapai sepanjang 46 kilometer.

Tahap B adalah pembentukan tanggul laut luar barat dan dua waduk yang relatif tertutup terhadap perairan laut terbuka. Tahap ini belum dijalankan meskipun sebelumnya diperkirakan akan dibangun pada periode 2018 hingga 2022. Kemudian tahap C akan berfokus pada pembentukan tanggul luar timur yang awalnya direncanakan akan dibangun setelah tahun 2023.

Banyak pakar yang menyetujui bahwa pembangunan Giant Sea Wall di tahap A yang walaupun belum maksimal, memiliki kontribusi positif dalam pengurangan titik banjir rob di Jakarta. Meskipun begitu, Giant Sea Wall lebih banyak dikritik memiliki banyak kekurangan untuk dijadikan solusi dalam mengatasi kenaikan permukaan laut di Jakarta.

Baca juga: Pesisir Tambakrejo Enggan Tenggelam dan Upaya Kelompok CAMAR Menjaga Sisa Mangrove yang Ada

Hutan Mangrove Sebagai Giant Sea Wall Alami

Ekosistem hutan mangrove sebenarnya memiliki fungsi yang sama dengan apa yang ingin dicapai melalui keberadaan Giant Sea Wall untuk mengatasi permasalahan terkikisnya tanah dan naiknya permukaan laut.

Pada dasarnya Giant Sea Wall ingin membendung terpaan air laut yang menyebabkan erosi dan sedimentasi pada wilayah pesisir pantai dan bisa menopang Jakarta agar datarannya tidak lagi menurun. Begitu pula dengan hutan mangrove yang telah lama diketahui mampu menahan abrasi dan sedimentasi.

Banyak wilayah yang menjadikan ekosistem hutan mangrove sebagai sarana mencegah terjadinya banjir dan melindungi pantai dari erosi dan sedimentasi. Oleh sebab itu, sejatinya menanam mangrove adalah Giant Sea Wall alami dengan fungsi yang jauh lebih baik.

Perbandingan Efektivitas Antara Hutan Mangrove dan Pembangunan Fisik Sebagai Giant Sea Wall

Terdapat banyak masalah yang membayangi mega proyek pembangunan fisik Giant Sea Wall. Melansir dari Kontan, pengamat tata kota dari Universitas Nirwono menilai bahwa pembangunan Giant Sea Wall Jakarta hanyalah solusi jangka pendek, sedangkan reforestasi mangrove di daerah Pantura DKI Jakarta dan sekitarnya lebih bermanfaat sebagai solusi jangka panjang.

Tidak hanya itu, banyak pakar yang turut setuju menilai bahwa pembangunan tanggul laut memerlukan biaya yang sangat besar, dan akan semakin mahal dengan biaya perawatan dan perbaikannya dari keretakan atau kebocoran, serta saat peninggian tanggul untuk mengikuti kenaikan permukaan air laut.

Apalagi berdasarkan penelitian Mardi Wibowo (2018), pembangunan Giant Sea Wall Jakarta berpengaruh signifikan terhadap kualitas lingkungan perairan di sekitarnya, terutama yang berada di dalam polder. Akibatnya adalah terjadi peningkatan BOD (Biological Oxygen Demand) berkisar 100-154%, yang pada gilirannya menurunkan DO (Dissolved Oxygen) berkisar 11-34%, dan lalu terjadi penurunan salinitas air sebesar 1-5% di polder timur saja.

Pencemaran yang disebabkan oleh masuknya air sungai ke waduk tersebut tentunya hanya akan menambah permasalahan yang dihadapi pemprov DKI Jakarta. Berbanding terbalik dengan ekosistem hutan mangrove yang lebih hijau dan alami.

Selain jauh lebih murah dari segi biaya, pembentukan ekosistem hutan mangrove juga jauh lebih cepat selesai dari segi waktu dibandingkan pembangunan fisik Giant Sea Wall. Reforestasi hutan mangrove juga menawarkan banyak manfaat ekologis bagi lingkungan.

Selain bermanfaat dalam mencegah banjir dengan menahan abrasi dan sedimentasi, ekosistem hutan mangrove sebagai Giant Sea Wall alami bahkan juga bermanfaat dalam menjernihkan kualitas air di sekitarnya berkat fungsinya sebagai penyaring alami dengan menyaring limbah dan polutan air.

Bahkan keberadaan hutan mangrove akan sangat bermanfaat untuk perekonomian penduduk lokal sekitaran Pantura apabila dibangun sebagai Giant Sea Wall Alami. Berkat fungsi yang menjernihkan air, dan sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air yang menyebabkan pengendapan yang dalam prosesnya menimbulkan unsur hara yang berasal dari berbagai sumber sehingga ekosistem hutan mangrove menjadi habitat bagi berbagai macam biota laut seperti udang, ikan-ikan kecil, dan kepiting.

Ekosistem hutan mangrove merupakan paket komplit dengan beragam manfaat, mulai dari manfaat ekologis, manfaat sosial, manfaat ekonomi, hingga potensi karbon biru yang dimilikinya. Maka dari itu, hutan mangrove akan jauh lebih menguntungkan jika dikembangkan sebagai Giant Sea Wall alami.

Baca juga: Pentingnya Program CSR, Mengapa Perusahaan Harus Melakukannya

Hingga Saat Ini LindungiHutan Menanam Lebih Dari 800 RIBU Pohon di 45+ Lokasi Penanaman yang Ada

Dalam prosesnya, kami juga melibatkan kelompok masyarakat setempat selama melakukan penanaman, pengelolaan, hingga monitoring pohon.

Apa yang LindungiHutan Lakukan? Hubungi Kami!



Referensi dan rujukan yang digunakan dalam tulisan ini adalah:

CNN Indonesia. 2024. Segenting Itukah Proyek Giant Sea Wall? https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240111104958-199-1048043/segenting-itukah-proyek-giant-sea-wall. Diakses pada 14 Februari, 2024.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Provinsi Sulawesi Selatan. 2021. Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove Untuk Kehidupan. https://dplh.sulselprov.go.id/manfaat-dan-fungsi-hutan-mangrove-untuk-kehidupan. Diakses pada 14 Februari, 2024.

Mardi Wibowo. 2018. Pemodelan Kualitas Perairan Teluk Jakarta Akibat Reklamasi dan Pembangunan Tanggul Laut Raksasa Menggunakan Perangkat Lunak MIKE21-EcoLab. https://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg/article/view/198/129. Diakses pada 14 Februari, 2024.

Ratih Waseso. 2023. Giant Sea Wall Butuh Biaya Besar, Pengamat Usulkan Reforestasi Mangrove. https://regional.kontan.co.id/news/giant-sea-wall-butuh-biaya-besar-pengamat-usulkan-reforestasi-mangrove. Diakses pada 14 Februari, 2024.

Yusuf. 2024. Giant Sea Wall, Lindungi Kelangsungan Hidup 50 Juta Penduduk Pantai Utara Jawa. https://www.kominfo.go.id/content/detail/54056/giant-sea-wall-lindungi-kelangsungan-hidup-50-juta-penduduk-pantai-utara-jawa/0/berita. Diakses pada 14 Februari, 2024.

Kategori

Lihat Cerita Lainnya

Ecolify.org For Future Worth Living
Ecolify.org For Future Worth Living Ecolify.org For Future Worth Living

Ecolify adalah platform yang memudahkan organisasi, instansi dan perusahaan untuk menjalankan projek sosial penanaman pohon secara transparan dan berkelanjutan.

Hubungi kami

email:
kartika[at]lindungihutan.com

wa / phone:
+62 813 2918 1389

location:
Jalan Lempongsari 1 No. 405, Semarang, Indonesia

legal info:
Keputusan MENKUMHAM NOMOR AHU-0003033.AHA.01.04.

Ikuti Kami

Ecolify.org For Future Worth Living     Ecolify.org For Future Worth Living     Ecolify.org For Future Worth Living

LindungiHutan c 2020 - made with conscience "for a future worth living"